A.
Alasan Jepang Membentuk BPUPKI
Memasuki awal tahun 1944, kedudukan Jepang dalam
perang Pasifik semakin terdesak. Angkatan Laut Amerika Serikat dipimpin
Laksamana Nimitz berhasil menduduki posisi penting di Kepulauan Mariana seperti
Saipan, Tidian dan Guan yang memberi kesempatan untuk Sekutu melakukan serangan
langsung ke Kepulauan Jepang. Sementara posisi Angkatan Darat Amerika Serikat
yang dipimpin oleh Jendral Douglas Mac Arthur melalui siasat loncat kataknya
berhasil pantai Irian dan membangun markasnya di Holandia (Jayapura). Dari
Holandia inilah Mac Arthur akan menyerang Filipina untuk memenuhi janjinya.
Di sisi lain kekuatan Angkatan Laut Sekutu
yang berpusat di Biak dan Morotai berhasil menghujani bom pada pusat pertahanan
militer Jepang di Maluku, Sulawesi, Surabaya dan Semarang. Kondisi tersebut
menyebabkan jatuhnya pusat pertahanan Jepang dan merosotnya semangat juang
tentara Jepang. Kekuatan tentara Jepang yang semula ofensif (menyerang) berubah
menjadi defensif (bertahan). Kepada bangsa Indonesia, pemerintah militer Jepang
masih tetap menggembar gemborkan (meyakinkan) bahwa Jepang akan menang dalam
perang Pasifik.
Pada tanggal 18 Juli 1944, Perdana Menteri
Hideki Tojo terpaksa mengundurkan diri dan diganti oleh Perdana Menteri Koiso
Kuniaki. Dalam rangka menarik simpati bangsa Indonesia agar lebih meningkatkan
bantuannya baik moril maupun materiil, maka dalam sidang istimewa ke-85
Parlemen Jepang (Teikoku Ginkai) pada tanggal 7 September 1944 (ada yang
menyebutkan 19 September 1944), Perdana Menteri Koiso mengumumkan bahwa
Negara-negara yang ada di bawah kekuasaan Jepang diperkenankan merdeka “kelak
di kemudian hari”. Janji kemerdekaan ini sering disebut dengan istilah
Deklarasi Kaiso. Pada saat itu, Koiso dianggap menciptakan perdamaian dengan Sekutu,
namun ia tak bisa menemukan solusi yang akan menenteramkan militer Jepang atau
Amerika.
Sejak saat itu pemerintah Jepang memberi
kesempatan pada bangsa Indonesia untuk mengibarkan bendera merah putih
berdampingan dengan Hinomaru (bendera Jepang), begitu pula lagu kebangsaan
Indonesia Raya boleh dinyanyikan setelah lagu Kimigayo.
Di satu sisi ada sedikit kebebasan, namun di sisi lain
pemerintah Jepang semakin meningkatkan jumlah tenga pemuda untuk pertahanan.
Selain dari organisasi pertahanan yang sudah ada ditambah lagi dengan
organisasi lainnya seperti: Barisan Pelajar (Suishintai), Barisan Berani Mati
(Jikakutai) beranggotakan 50.000 orang yang diilhami oleh pasukan Kamikaze
Jepang yang jumlahnya 50.000 orang (pasukan berani mati pada saat penyerangan
ke Pearl Harbour).
Pada akhir 1944, posisi Jepang semakin
terjepit dalam Perang Asia Timur Raya dimana Sekutu berhasil menduduki
wilayah-wilayah kekuasaan Jepang, seperti Papua Nugini, Kepulauan Solomon,
Kepulauan Marshall, bahkan Kepulauan Saipan yang letaknya sudah sangat dekat
dengan Jepang berhasil diduduki oleh Amerika pada bulan Juli 1944. Sekutu
kemudian menyerang Ambon, Makasar, Manado, Tarakan, Balikpapan, dan Surabaya.
Ir. Soekarno yang pada waktu itu juga
dicalonkan menjadi ketua, menolak pencalonannya karena ingin memperoleh
kebebasan yang lebih besar dalam perdebatan, karena biasanya peranan ketua
sebagai moderator atau pihak yang menegahi dalam memberi keputusan tidak
mutlak. Pada tanggal 28 Mei 1945 dilangsungkanlah upacara peresmian BPUPKI
bertempat di Gedung Cuo Sangi In.
BPUPKI mulai melaksanakan tugasnya dengan
melakukan persidangan untuk merumuskan undang-undang dasar bagi Indonesia
kelak. Hal utama yang dibahas adalah dasar negara bagi negara Indonesia merdeka Jalan
Pejambon Jakarta, dihadiri oleh Panglima Tentara Jepang Wilayah Ketujuh
Jenderal Itagaki dan Panglima Tentara Keenam Belas di Jawa Letnan Jenderal Nagano.
Menghadapi situasi yang kritis itu, maka
pada tanggal 1 Maret 1945 pemerintah pendudukan Jepang di Jawa yang dipimpin
oleh Panglima tentara ke-16 Letnan Jenderal Kumakici Harada mengumumkan
pembentukan Dokuritsu Junbi Cosakai atau Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan
Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI). Tujuan pembentukan badan tersebut adalah
menyelidiki dan mengumpulkan bahan-bahan penting tentang ekonomi, politik dan
tata pemerintahan sebagai persiapan untuk kemerdekaan Indonesia.
Walaupun dalam penyusunan keanggotaan
berlangsung lama karena terjadi tawar menawar antara pihak Indonesia dan
Jepang, namun akhirnya BPUPKI berhasil dilantik 28 Mei 1945 bertepatan dengan
hari kelahiran Kaisar Jepang, yaitu Kaisar Hirohito. Adapun keanggotaan yang
terbentuk berjumlah 67 orang dengan ketua Dr. K.R.T. Radjiman Widiodiningrat
dan R. Suroso dan seorang Jepang sebagai wakilnya Ichi Bangase ditambah 7
anggota Jepang yang tidak memiliki suara.
Bila diringkas terdapat 4 alasan Jepang membentuk
BPUPKI yakni:
1.
Ingin menarik simpati rakyat Indonesia
2.
Jepang mempunyai janji kepada bangsa
Indonesia yang disebut Deklarasi Kaiso
3.
Rakyat Indonesia bersedia membantu
Jepang melawan sekutu.
4.
Agar
rakyat Indonesia tidak melakukan perlawanan terhadap Jepang (karena Jepang
sedang mengalami masalah logistik dan peralatan perang dalam menghadapi
sekutu).
BPUPKI
PPKI
Ketua BPUPKI
(Radjiman Wedyodiningrat)
B. Proses
Penyusunan Dasar dan Konstitusi untuk Negara Indonesia yang Akan Datang
Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan
Indonesia
(atau dalam bahasa
Jepang:
Dokuritsu Junbi Cosakai dilafalkan Dokuritsu Zyunbi Tyoosakai
atau Dokuritsu Junbi Chōsakai jp:独立準備調査会) adalah sebuah badan yang
dibentuk oleh pemerintah pendudukan balatentara Jepang pada tanggal 29 April 1945 bertepatan
dengan hari ulang tahun Kaisar Hirohito. Badan ini
dibentuk sebagai upaya mendapatkan dukungan dari bangsa Indonesia dengan
menjanjikan bahwa Jepang akan membantu
proses kemerdekaan Indonesia. BPUPKI
beranggotakan 67 orang yang diketuai oleh Dr.
Kanjeng Raden Tumenggung (K.R.T.) Radjiman Wedyodiningrat dengan wakil
ketua Ichibangase Yosio (orang Jepang) dan Raden Pandji
Soeroso.
Di
luar anggota BPUPKI, dibentuk sebuah Badan Tata Usaha (semacam sekretariat)
yang beranggotakan 60 orang. Badan Tata Usaha ini dipimpin oleh Raden Pandji
Soeroso
dengan wakil Mr. Abdoel
Gafar Pringgodigdo
dan Masuda Toyohiko (orang Jepang). Tugas dari
BPUPKI sendiri adalah mempelajari dan menyelidiki hal-hal yang berkaitan dengan
aspek-aspek poplitik, ekonomi, tata pemerintahan, dan hal-hal yang diperlukan
dalam usaha pembentukan negara Indonesia merdeka.
Pada
tanggal 7
Agustus
1945, Jepang membubarkan
BPUPKI dan kemudian membentuk Panitia Persiapan Kemerdekaan
Indonesia
(PPKI) atau dalam bahasa Jepang: Dokuritsu
Junbi Inkai, dengan anggota berjumlah 21 orang, sebagai upaya untuk
mencerminkan perwakilan dari berbagai etnis di wilayah Hindia-Belanda[1], terdiri
dari: 12 orang asal Jawa, 3 orang asal
Sumatera, 2 orang asal
Sulawesi, 1 orang asal
Kalimantan, 1 orang asal
Sunda
Kecil
(Nusa
Tenggara),
1 orang asal Maluku, 1 orang asal
etnis Tionghoa.
Selama BPUPKI berdiri, telah diadakan
dua kali masa persidangan resmi BPUPKI, dan juga adanya pertemuan-pertemuan
yang tak resmi oleh panitia kecil di bawah BPUPKI, yaitu adalah sebagai
berikut :
Sidang
resmi pertama
Pada tanggal 28 Mei 1945, diadakan upacara pelantikan dan
sekaligus seremonial pembukaan masa persidangan BPUPKI yang pertama di gedung
"Chuo Sangi In", yang pada zaman kolonial Belanda gedung tersebut
merupakan gedung Volksraad (dari bahasa Belanda, semacam lembaga
"Dewan Perwakilan Rakyat Hindia-Belanda" di masa
penjajahan Belanda), dan kini gedung
itu dikenal dengan sebutan Gedung Pancasila, yang berlokasi di
Jalan Pejambon 6 – Jakarta. Namun masa
persidangan resminya sendiri (masa persidangan BPUPKI yang pertama) diadakan
selama empat hari dan baru dimulai pada keesokan harinya, yakni pada tanggal 29 Mei 1945, dan berlangsung sampai dengan tanggal
1 Juni 1945, dengan tujuan untuk membahas bentuk
negara Indonesia, filsafat negara
"Indonesia Merdeka" serta
merumuskan dasar negara Indonesia.
Upacara pelantikan dan seremonial
pembukaan masa persidangan BPUPKI yang pertama ini dihadiri oleh seluruh
anggota BPUPKI dan juga dua orang pembesar militer jepang, yaitu: Panglima
Tentara Wilayah ke-7, Jenderal Izagaki, yang menguasai Jawa serta Panglima Tentara Wilayah ke-16, Jenderal Yuichiro Nagano. Namun untuk
selanjutnya pada masa persidangan resminya itu sendiri, yang berlangsung selama
empat hari, hanya dihadiri oleh seluruh anggota BPUPKI.
Sebelumnya agenda sidang diawali dengan
membahas pandangan mengenai bentuk negara Indonesia, yakni disepakati
berbentuk "Negara Kesatuan Republik Indonesia" ("NKRI"),
kemudian agenda sidang dilanjutkan dengan merumuskan konstitusi Negara Kesatuan
Republik Indonesia. Untuk hal ini,
BPUPKI harus merumuskan dasar negara Republik Indonesia terlebih dahulu yang
akan menjiwai isi dari Undang-Undang
Dasar
Negara Kesatuan Republik
Indonesia
itu sendiri, sebab Undang-Undang
Dasar
adalah merupakan konstitusi Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Guna mendapatkan rumusan dasar negara Republik Indonesia yang benar-benar
tepat, maka agenda acara dalam masa persidangan BPUPKI yang pertama ini adalah
mendengarkan pidato dari tiga orang tokoh utama pergerakan nasional Indonesia, yang mengajukan
pendapatnya tentang dasar negara Republik Indonesia itu adalah sebagai
berikut :
1. Sidang tanggal 29 Mei 1945, Mr. Prof. Mohammad
Yamin, S.H.
berpidato mengemukakan gagasan mengenai rumusan lima asas dasar negara Republik Indonesia, yaitu: “1. Peri
Kebangsaan; 2. Peri Kemanusiaan; 3. Peri Ketuhanan; 4. Peri Kerakyatan; dan 5.
Kesejahteraan Rakyat”.
2. Sidang tanggal 31 Mei 1945, Prof. Mr. Dr. Soepomo berpidato
mengemukakan gagasan mengenai rumusan lima prinsip dasar negara Republik Indonesia, yang beliau namakan
"Dasar Negara Indonesia Merdeka", yaitu: “1.
Persatuan; 2. Kekeluargaan; 3. Mufakat dan Demokrasi; 4. Musyawarah; dan 5.
Keadilan Sosial”.
3. Sidang tanggal 1 Juni 1945, Ir. Soekarno berpidato
mengemukakan gagasan mengenai rumusan lima sila dasar negara Republik Indonesia, yang beliau namakan
"Pancasila", yaitu: “1.
Kebangsaan Indonesia; 2. Internasionalisme dan Peri Kemanusiaan; 3. Mufakat
atau Demokrasi; 4. Kesejahteraan Sosial; dan 5. Ketuhanan Yang Maha Esa”.
Gagasan mengenai rumusan lima sila
dasar negara Republik
Indonesia
yang dikemukakan oleh Ir.
Soekarno
tersebut kemudian dikenal dengan istilah "Pancasila", masih menurut
beliau bilamana diperlukan gagasan mengenai rumusan Pancasila ini dapat diperas
menjadi "Trisila" (Tiga Sila),
yaitu: “1. Sosionasionalisme; 2. Sosiodemokrasi; dan 3. Ketuhanan Yang
Berkebudayaan”. Bahkan masih menurut Ir. Soekarno lagi, Trisila tersebut bila hendak
diperas kembali dinamakannya sebagai "Ekasila" (Satu Sila),
yaitu merupakan sila: “Gotong-Royong”, ini adalah merupakan upaya dari Bung Karno dalam menjelaskan
bahwa konsep gagasan mengenai rumusan dasar negara Republik Indonesia yang dibawakannya
tersebut adalah berada dalam kerangka "satu-kesatuan", yang
tak terpisahkan satu dengan lainnya. Masa persidangan BPUPKI yang pertama ini
dikenang dengan sebutan detik-detik lahirnya Pancasila dan tanggal 1 Juni ditetapkan dan
diperingati sebagai hari lahirnya Pancasila.
Pidato dari Ir. Soekarno ini sekaligus
mengakhiri masa persidangan BPUPKI yang pertama, setelah itu BPUPKI mengalami
masa reses persidangan (periode jeda atau istirahat) selama satu bulan lebih.
Sebelum dimulainya masa reses persidangan, dibentuklah suatu panitia kecil yang
beranggotakan 9 orang, yang dinamakan "Panitia Sembilan"
dengan diketuai oleh Ir.
Soekarno,
yang bertugas untuk mengolah usul dari konsep para anggota BPUPKI mengenai
dasar negara Republik
Indonesia.
Masa
antara sidang resmi pertama dan sidang resmi kedua
Naskah
Asli "Piagam
Jakarta"
atau "Jakarta
Charter"
yang dihasilkan oleh "Panitia Sembilan" pada tanggal 22 Juni 1945
Sampai akhir dari masa persidangan
BPUPKI yang pertama, masih belum ditemukan titik temu kesepakatan dalam
perumusan dasar negara Republik
Indonesia
yang benar-benar tepat, sehingga dibentuklah "Panitia Sembilan"
tersebut di atas guna menggodok berbagai masukan dari konsep-konsep sebelumnya
yang telah dikemukakan oleh para anggota BPUPKI itu. Adapun susunan keanggotaan
dari "Panitia Sembilan" ini adalah sebagai berikut :
Sesudah melakukan perundingan yang
cukup sulit antara 4 orang dari kaum kebangsaan (pihak "Nasionalis") dan 4 orang
dari kaum keagamaan (pihak "Islam"), maka pada
tanggal 22 Juni 1945 "Panitia Sembilan"
kembali bertemu dan menghasilkan rumusan dasar negara Republik Indonesia yang kemudian
dikenal sebagai "Piagam Jakarta" atau "Jakarta Charter", yang pada
waktu itu disebut-sebut juga sebagai sebuah "Gentlement Agreement". Setelah itu
sebagai ketua "Panitia Sembilan", Ir. Soekarno melaporkan hasil
kerja panitia kecil yang dipimpinnya kepada anggota BPUPKI berupa dokumen
rancangan asas dan tujuan "Indonesia Merdeka" yang disebut
dengan "Piagam
Jakarta"
itu. Menurut dokumen tersebut, dasar negara Republik Indonesia adalah sebagai
berikut :
2. Kemanusiaan yang adil
dan beradab,
4. Kerakyatan yang
dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan,
Rancangan
itu diterima untuk selanjutnya dimatangkan dalam masa persidangan BPUPKI yang
kedua, yang diselenggarakan mulai tanggal 10 Juli 1945.
Di antara dua masa persidangan resmi
BPUPKI itu, berlangsung pula persidangan tak resmi yang dihadiri 38 orang
anggota BPUPKI. Persidangan tak resmi ini dipimpin sendiri oleh Bung Karno yang membahas
mengenai rancangan "Pembukaan (bahasa Belanda: "Preambule") Undang-Undang
Dasar
1945", yang kemudian
dilanjutkan pembahasannya pada masa persidangan BPUPKI yang kedua (10 Juli-17 Juli 1945).
Gambar
Panitia Sembilan
Sidang
resmi kedua
Masa persidangan BPUPKI yang kedua
berlangsung sejak tanggal 10
Juli
1945 hingga tanggal 17 Juli 1945. Agenda sidang BPUPKI kali ini
membahas tentang wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, kewarganegaraan Indonesia, rancangan Undang-Undang
Dasar,
ekonomi dan keuangan, pembelaan negara, serta pendidikan dan pengajaran. Pada
persidangan BPUPKI yang kedua ini, anggota BPUPKI dibagi-bagi dalam
panitia-panitia kecil. Panitia-panitia kecil yang terbentuk itu antara lain
adalah: Panitia Perancang Undang-Undang
Dasar
(diketuai oleh Ir.
Soekarno),
Panitia Pembelaan Tanah Air (diketuai oleh Raden
Abikusno Tjokrosoejoso), dan Panitia Ekonomi dan Keuangan
(diketuai oleh Drs.
Mohammad Hatta).
Pada tanggal 11 Juli 1945, sidang panitia Perancang Undang-Undang
Dasar,
yang diketuai oleh Ir.
Soekarno,
membahas pembentukan lagi panitia kecil di bawahnya, yang tugasnya adalah
khusus merancang isi dari Undang-Undang
Dasar,
yang beranggotakan 7 orang yaitu sebagai berikut :
Pada tanggal 13 Juli 1945, sidang panitia Perancang Undang-Undang
Dasar,
yang diketuai oleh Ir.
Soekarno,
membahas hasil kerja panitia kecil di bawahnya, yang tugasnya adalah khusus merancang
isi dari Undang-Undang
Dasar,
yang beranggotakan 7 orang tersebut.
Pada tanggal 14 Juli 1945, sidang pleno BPUPKI menerima laporan
panitia Perancang Undang-Undang
Dasar,
yang dibacakan oleh ketua panitianya sendiri, Ir. Soekarno. Dalam laporan
tersebut membahas mengenai rancangan Undang-Undang
Dasar
yang di dalamnya tercantum tiga masalah pokok yaitu :
3. Batang tubuh Undang-Undang
Dasar
yang kemudian dinamakan sebagai "Undang-Undang
Dasar
1945", yang isinya
meliputi :
·
Wilayah
negara Indonesia adalah sama dengan
bekas wilayah Hindia-Belanda dahulu, ditambah
dengan Malaya, Borneo Utara (sekarang
adalah wilayah Sabah dan wilayah Serawak di negara Malaysia, serta wilayah
negara Brunei Darussalam), Papua, Timor-Portugis (sekarang adalah
wilayah negara Timor
Leste),
dan pulau-pulau di sekitarnya,
Konsep proklamasi kemerdekaan negara Indonesia baru rencananya akan
disusun dengan mengambil tiga alenia pertama "Piagam Jakarta", sedangkan
konsep Undang-Undang
Dasar
hampir seluruhnya diambil dari alinea keempat "Piagam Jakarta". Sementara
itu, perdebatan terus berlanjut di antara peserta sidang BPUPKI mengenai
penerapan aturan Islam, Syariat Islam, dalam negara Indonesia baru. "Piagam Jakarta" atau "Jakarta Charter" pada akhirnya
disetujui dengan urutan dan redaksional yang sedikit berbeda.
C. Dibentuknya
PPKI dan Peranannya dalam Proses Persiapan Kemerdekaan
Indonesia
Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia atau PPKI adalah
panitia yang bertugas untuk mempersiapkan kemerdekaan Indonesia, sebelum
panitia ini terbentuk, sebelumnya telah berdiri BPUPKI namun karena
dianggap terlalu cepat ingin melaksanakan proklamasi kemerdekaan, maka Jepang
membubarkannya dan membentuk Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia
(PPKI),Dokuritsu Junbi Iinkai atau Komite Persiapan Kemerdekaan) pada tanggal 7 Agustus 1945 yang diketuai oleh
Ir. Soekarno.
Badan ini merupakan badan yang dibentuk sebelum MPR dibentuk. Badan ini bertugas
sebagai badan yang akan mempersiapkan penyerahan kekuasaan pemerintah dari bala
tentara Jepang kepada bangsa Indonesia.
PPKI diketuai oleh Ir. Soekarno, dan wakil ketua Drs. Mohammad Hatta, serta yang menjadi penasehatnya adalah Mr. Ahmad Subardjo. Anggota – anggota PPKI terdiri dari tokoh – tokoh nasionalis di berbagai daerah.
PPKI beranggotakan 21 orang, dari berbagai daerah,
Dari pulau Jawa 12 orang :
1. Ir. Soekarno
2. Drs. Moh. Hatta
3. Drs. Radjiman Wediodiningrat
4. Oto iskandardinata
5. Wachid Hasyim
6. Ki Bagus Hadikusumo
7. Suryahomijoyo
8. M. Sutarjo Kartohadikusumo
9. Prof. Mr. Dr. Supomo
10. Abdulkadir
11. Poeroebojo
12. R. P. Suroso
Dari pulau Sumatera 3 orang :
1. Dr. Amir
2. Mr. Teuku Moh. Hasan
3. Mr. Abdul Abas
Dari pulau Sulawesi 2 orang :
1. Dr. Ratu Langie
2. Andi Pangeran
Dari pulau Kalimantan 1 orang :
1. A. A. Hamidan
Dari Sunda Kecil ( Nusa Tenggara ) 1 orang :
1. Mr. Gusti Ketut Puja
Dari Maluku 1 orang :
1. Mr. J. Latuharhary
Dari golongan Cina 1 orang :
1. Drs. Yap Chuan Bing
Pembentukan PPKI di tandatangani oleh Marsekal Terauci, panglima tertinggi bala tentara Jepang di Asia Tenggara yang berkedudukan di Dalat (vietnam). Pada tanggal 9 Agustus 1945 Ir. Soekarno, Drs. Moh. Hatta dan Dr. Radjiman Wediodiningrat dipanggil menghadap Marsekal Terauci di Dalat.
Dalam pertemuan tanggal 12 Agustus 1945 Marsekal Terauci beberapa hal kepada para pemimpin bangsa Indonesia. Sebagai berikut :
1. Pemerintah Jepang memutuskan untuk memberi kemerdekaan kepada Indonesia
2. Untuk pelaksanaan kemerdekaan telah dibentuk PPKI
3. Pelaksanaan kemerdekaan segerah setelah persiapan selesai dan berangsur – angsur dimulai dari Pulau Jawa kemudian pulau – pulau lain
4. Wilayah Indonesia akan meliputi seluruh bekas wilayah Hindia Belanda
Pada tanggal 15 Agustus 1945 Jepang menyerah tanpa syarat kepada sekutu. Sultan Syahrir mendesak Ir. Soekarno agar segera melaksanakan proklamasi tanpa harus menunggu janji Jepang. Karena maksud Sultan Syahrir belum diterima Ir. Soekarno dengan alasan karena Ir. Soekarno belum mengadakan pertemuan dengan anggota PPKI yang lainnya dan Ir. Soekarno ingin mengecek kebenaran kekalahan Jepang tersebut. Akhirnya Sultan Syahrir menemui para pemuda (Sukarni, BM. Diah, Sayuti Melik, DLL) pada tanggal 15 Agustus 1945 pukul 20.30 waktu Jawa zaman Jepang (pukul 20.00 WIB)dan mengadakan rapat yang dipimpin oleh Chaerul Saleh.
Rapat berlangsung di salah satu ruangan Lembaga Bakteriologi di Pengangsaan Timur, Jakarta. Yang di hadiri oleh Chaerul Saleh, Djohar Nur, Kusnandar, Subadio, Subianto, Margono, Wikana, dan Alamsyah. Dalam rapat tersebut di putuskan tentang tuntutan golongan pemuda yang menegaskan bahwa kemerdekaan adalah hak rakyat Indonesia sendiri, segala ikatan, hubungan dan janji kemerdekaan harus diputus dan perlunya berunding dengan Ir. Soekarno dan Mohammad Hatta agar kelompok pemuda diikut sertakan dalam menyatakan proklamasi.
PPKI diketuai oleh Ir. Soekarno, dan wakil ketua Drs. Mohammad Hatta, serta yang menjadi penasehatnya adalah Mr. Ahmad Subardjo. Anggota – anggota PPKI terdiri dari tokoh – tokoh nasionalis di berbagai daerah.
PPKI beranggotakan 21 orang, dari berbagai daerah,
Dari pulau Jawa 12 orang :
1. Ir. Soekarno
2. Drs. Moh. Hatta
3. Drs. Radjiman Wediodiningrat
4. Oto iskandardinata
5. Wachid Hasyim
6. Ki Bagus Hadikusumo
7. Suryahomijoyo
8. M. Sutarjo Kartohadikusumo
9. Prof. Mr. Dr. Supomo
10. Abdulkadir
11. Poeroebojo
12. R. P. Suroso
Dari pulau Sumatera 3 orang :
1. Dr. Amir
2. Mr. Teuku Moh. Hasan
3. Mr. Abdul Abas
Dari pulau Sulawesi 2 orang :
1. Dr. Ratu Langie
2. Andi Pangeran
Dari pulau Kalimantan 1 orang :
1. A. A. Hamidan
Dari Sunda Kecil ( Nusa Tenggara ) 1 orang :
1. Mr. Gusti Ketut Puja
Dari Maluku 1 orang :
1. Mr. J. Latuharhary
Dari golongan Cina 1 orang :
1. Drs. Yap Chuan Bing
Pembentukan PPKI di tandatangani oleh Marsekal Terauci, panglima tertinggi bala tentara Jepang di Asia Tenggara yang berkedudukan di Dalat (vietnam). Pada tanggal 9 Agustus 1945 Ir. Soekarno, Drs. Moh. Hatta dan Dr. Radjiman Wediodiningrat dipanggil menghadap Marsekal Terauci di Dalat.
Dalam pertemuan tanggal 12 Agustus 1945 Marsekal Terauci beberapa hal kepada para pemimpin bangsa Indonesia. Sebagai berikut :
1. Pemerintah Jepang memutuskan untuk memberi kemerdekaan kepada Indonesia
2. Untuk pelaksanaan kemerdekaan telah dibentuk PPKI
3. Pelaksanaan kemerdekaan segerah setelah persiapan selesai dan berangsur – angsur dimulai dari Pulau Jawa kemudian pulau – pulau lain
4. Wilayah Indonesia akan meliputi seluruh bekas wilayah Hindia Belanda
Pada tanggal 15 Agustus 1945 Jepang menyerah tanpa syarat kepada sekutu. Sultan Syahrir mendesak Ir. Soekarno agar segera melaksanakan proklamasi tanpa harus menunggu janji Jepang. Karena maksud Sultan Syahrir belum diterima Ir. Soekarno dengan alasan karena Ir. Soekarno belum mengadakan pertemuan dengan anggota PPKI yang lainnya dan Ir. Soekarno ingin mengecek kebenaran kekalahan Jepang tersebut. Akhirnya Sultan Syahrir menemui para pemuda (Sukarni, BM. Diah, Sayuti Melik, DLL) pada tanggal 15 Agustus 1945 pukul 20.30 waktu Jawa zaman Jepang (pukul 20.00 WIB)dan mengadakan rapat yang dipimpin oleh Chaerul Saleh.
Rapat berlangsung di salah satu ruangan Lembaga Bakteriologi di Pengangsaan Timur, Jakarta. Yang di hadiri oleh Chaerul Saleh, Djohar Nur, Kusnandar, Subadio, Subianto, Margono, Wikana, dan Alamsyah. Dalam rapat tersebut di putuskan tentang tuntutan golongan pemuda yang menegaskan bahwa kemerdekaan adalah hak rakyat Indonesia sendiri, segala ikatan, hubungan dan janji kemerdekaan harus diputus dan perlunya berunding dengan Ir. Soekarno dan Mohammad Hatta agar kelompok pemuda diikut sertakan dalam menyatakan proklamasi.